Salim
Sholih Ahmad Ibn Madhi
Terjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
﴿ 30 خطوة عملية لتربية الأبناء على العمل لهذا الدين ﴾
«
باللغة الإندونيسية »
سالم
صالح أحمد بن ماضي
Pada bagian pertama telah dijelaskan langkah pertama dalam mendidik anak. Kita akan melanjutkan pembahasan tentang apa yang semestinya dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya.
LANGKAH
2
MEMBERI ANAK NAMA YANG BAIK
Nama memiliki pengaruh penting
dalam membangun kepribadian, cara hidup, bahkan lingkungan.
Ketika Nabi -shalallahu
alaihi wasallam- tiba di Kota Madinah, kota Madinah masih bernama Yatsrib.
Beliau menggantinya dengan nama Thoibah atau Madinah. Keduanya
menunjukkan makna nama yang baik. Nama yang baik itu sendiri pada dasarnya
menjadi sumber pengharapan yang baik. Karena itu, sudah seharusnya kedua orang
tua memilih nama yang baik, hingga menjadi penginspirasi kebaikan bagi anak.
* * *
Contoh Praktis Dan Kisah-Kisah
Pentingnya Memilih Nama Dalam Membangun Kepribadian Anak
a.
Sisi
positif nama baik.
Abdurrahman Ibn Auf berkata:
“Dahulu namaku Abdu Amr
(artinya budak Amr). Ketika memeluk Islam Rasulullah -shalallahu alaihi
wasallam- menamaiku Abdurrahman (artinya hamba Allah Yang Maha Pengasih)[1]
Diriwayatkan bahwa Abdurrahman
menjual tanahnya. Hasilnya dibagikan kepada orang fakir dari bani Zahroh, Muhajirin dan Ummul Mukminin (istri-istri
Nabi). Al-Musawar berkata:
'Aku mendatangi Aisyah untuk menyerahkan
pemberian itu.'
Aisyah -radiallahu'anha- bertanya:
'Siapa yang mengirimkan ini?'
'Abdurrahman Ibn Auf.' Jawabku.
Aisyah -radiallahu'anha- berkata:
'Aku mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi
wasallam- bersabda:
((لا يحنو عليكنَّ بعدي
إلا الصابرون))
‘Tidaklah
berempati kepada kalian setelahku selain Sôbirun (para penyabar).’”[2]
Nama Abdurrahman diserap dari
kata [ar-rahman] yang diambil dari sifat kasih. Nabi -shalallahu alaihi
wasallam- mendapati pada diri lelaki ini sifat kasih dan sayang sehingga
beliau menamainya Abdurrahman.
* * *
B. Sisi yang sejalan dengan
nama yang tidak baik.
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Musayyib dari ayahnya, bahwa ayahnya
datang kepada Nabi -shalallahu alaihi wasallam-. Nabi menanyakan
namanya:
“Siapa namamu?”
“Huzn (=sedih).” Jawabnya.
“Engkau Sahl (=mudah).” Timpal Nabi.
“Aku tak dapat merubah nama yang telah diberikan
oleh ayahku.” Tolaknya.
Ibnu al-Musayyib berkata:
'Kesedihan itu senantiasa merundung kami
setelahnya.”[3]
Ad-Dawudi berkata:
"Maksud Sa’id Ibn Musayyib adalah kesedihan
akan sulitnya merubah tabiat akhlak mereka. Dalam hal ini Sa'id membawakannya
kepada hal yang memicu kemurkaan Allah."
Yang lain berkata:
"Ibn Musayyib mengisyaratkan akan kejumudan
yang masih tersisa pada akhlak mereka."[4]
Demikianlah. Ketika kita ingin
anak keturunan kita baik, hendaknya kita melakukan tahap kedua, yaitu memilih
nama-nama yang baik, karena ia mempengaruhi kepribadian anak seperti yang kita
dapati pada contoh di atas.
* * *
LANGKAH
3
MENGAJARI MEREKA
PERKARA-PERKARA SYARIAT
YANG MESTI DIKETAHUI
Anak wajib diajarkan sejak
dini perkara-perkara syariat yang harus diketahuinya, seperti shalat, puasa dan
yang sepertinya. Hal itu agar mereka tumbuh dengan pertumbuhan yang saleh,
seperti ungkapan:
“Belajar di waktu kecil seperti
mengukir di atas batu”.
Contoh praktis:
Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- bersabda:
((مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرِّقوا بينهم في
المضاجع))
“Perintahkan anak-anak
kalian shalat pada umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karenanya jika berumur
sepuluh tahun. Pisahkan juga tempat tidur mereka.”[5]
* * *
LANGKAH
4
UKIR ANAKMU DENGAN ILMU
Belajar
Sejak Kecil
Anak-anak pada fase pertama
memiliki karakteristik ingatan yang kuat. Sudah semestinya kita arahkan untuk
menuntut ilmu dan mengajari mereka perkara-perkara agama. Seperti menghafal
al-Quran al-Karim dan sunah nabi yang suci serta menanamkan aqidah yang benar.
Umat ini amat butuh kepada
ulama yang kuat dan dai-dai yang berpandangan luas dengan al-Quran dan sunah.
Hal ini tidak akan terwujud selain dengan menuntut ilmu sedini mungkin. Jangan
katakan hal ini sulit atau mustahil.
Ibnu Muflih berkata[6]:
"Ilmu yang didapat sejak kecil lebih kuat.
Sudah seharusnya memperhatikan pelajar muda, terlebih lagi mereka yang memiliki
kecerdasan, penalaran dan semangat menuntut ilmu. Janganlah menjadikan usia
dini, kefakiran dan kelemahan mereka sebagai penghalang dalam memperhatikan dan
fokus pada mereka."
* * *
Contoh Praktis Dan Kisah-Kisah
Pentingnya Menuntut Ilmu Sejak Dini Dalam Membangun Kepribadian
1.
Ibnu Abbas berkata:
“Ketika Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-
wafat, aku berkata kepada seorang anak lelaki Anshar:
“Ayolah kita bertanya (menuntut hadits) kepada
para sahabat Nabi -shalallahu alaihi wasallam-, sekarang ini jumlah
mereka masih banyak.”
Anak laki-laki itu menjawab:
“Engkau ini aneh, wahai Ibnu Abbas, apakah
engkau merasa bahwa orang-orang akan membutuhkanmu?! Bukankah para sahabat Nabi
-shalallahu alaihi wasallam- masih cukup banyak seperti yang engkau
tahu!”
Aku pun meninggalkan anak itu dan mulai menanyai
para sahabat. Jika merasa akan mendapatkan Hadits dari seseorang, aku akan
mendatanginya dan membentangkan selendangku di depan pintu rumahnya, walau
angin bertiup dan debu-debu beterbangan mengenaiku. Manakala orang itu keluar
dan melihatku dia berkata:
“Wahai sepupu Rasulullah, mengapa tidak engkau
utus saja seseorang kepadaku dan aku akan mendatangimu?!”
“Aku lebih berhak mendatangimu untuk
menanyaimu...” Jawabku.
Sementara anak lelaki itu masih tetap pada
keadaannya. Manakala dia melihatku dalam keadaan orang-orang telah berkerumun
belajar kepadaku dia berkata:
“Anak muda ini lebih berakal dariku.”[7]
* * *
Ma'mar berkata:
"Aku mendengar dari Qotadah, ketika itu
usiaku 14 tahun:
"Tidak ada sesuatu yang aku dengar pada
seusia ini melainkan seperti terpatri dalam dadaku.”[8]
Ummu Darda berkata:
"Pelajarilah ilmu dari kecil, ketika besar
engkau akan mengamalkannya. Sesungguhnya apa yang dipetik adalah apa yang dulu
ditanam.”[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar