Language

Selasa, 13 Maret 2012

30 Langkah Mendidik Anak Agar Mengamalkan Ajaran Agama (5)


 Penyusun
Salim Sholih Ahmad Ibn Madhi


Terjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad


2011 - 1432

 
LANGKAH 13
PERHATIKAN PAKAIAN ANAK ANDA

Pakaian penting dalam membentuk kepribadian anak. Sudah seharusnya kita memperhatikannya agar sesuai dengan standar syariat yang sudah jelas tanpa berlebih-lebihan maupun menyepelekannya. Karena itulah para Salafussoleh begitu perhatian dalam hal ini dan tidak melalaikannya.
*  *  *

Contoh Praktis Dan Kisah Yang Menunjukkan Pentingnya Pakaian
Dalam Pembentukan Kepribadian Anak

1.                   Imam Malik berkata:
“Aku berkata kepada Ibuku: ‘Aku akan pergi untuk mencatat ilmu?”
“Kemari, pakailah pakaian penuntut ilmu!” Beliau pun memakaikanku pakaian musyammar[1] dan memakaikan kopiah dengan serban di atasnya, kemudian berkata:
‘Sekarang pergilah!’ Dan berkata: ‘Pergilah kepada Robi’! Pelajarilah adabnya (akhlaknya) sebelum mempelajari ilmunya.”[2]
*  *  *
2.                   Muhammad Ibn Auf berkata:
“Aku bermain bola. Bola masuk ke tempat al-Muafa Ibn Imran al-Hamsha. Aku pun masuk ke tempat al-Muafa untuk mengambilnya. Imran bertanya:
“Putra siapakah engkau?”
“Putra Auf Ibn Sofyan.” Jawabku.
“Sesungguhnya ayahmu itu adalah saudara kami, yang menulis Hadits dan ilmu. Ia mirip denganmu. Ikutilah apa yang dahulu ayahmu lakukan!...”
Aku pun pulang mendatangi ibuku dan aku sampaikan apa yang baru saja terjadi. Ibu berkata:
“Benar, dia adalah sahabat ayahmu.” Ibu pun memakaikanku kemeja dan sarung. Kemudian aku mendatangi al-Muafa untuk belajar dengan membawa tempat tinta dan kertas.”[3]
* * *
LANGKAH 14
TERAPILAH EMOSI ANAK

Pada fase pertama, anak memiliki keistimewaan emosional baik pada perkara penting maupun sepele. Di antara perkara penting yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.                   Takut.
Di antara kesalahan fatal yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua adalah menakut-nakuti anak dengan kegelapan atau pencuri misalnya. Ini adalah perkara yang salah. Tidak seharusnya ditakut-takuti seperti itu, karena akan berdampak buruk. Hal itu akan menyebabkan gangguan kejiwaan, mengompol, depresi dan kelabilan. Justru semestinya menciptakan suasana aman ketika bersama kita dan mengaitkan perasaan takut hanya kepada Allah saja.
*  *  *
2.                   Marah
Terkadang anak marah kepada ayah dan ibunya. Di antara bentuk ekspresi dari kemarahan itu bisa dengan tidak mau makan. Pemicunya bisa jadi hinaan dan kritik. Kemarahan seperti ini tidak termasuk kedurhakaan, karena pada fase ini mereka belum mumayiz[4]. Jika putra dan putri anda marah, tinggalkan dia dan jangan ditanggapi. Merupakan kesalahan besar memenuhi segala keinginannya hanya karena kemarahannya. Yang semestinya adalah menjelaskan kepadanya mengenai kesalahannya dengan cara yang sederhana ketika dia sudah mulai tenang.
Kita juga mesti mendidik anak kita jika kita marah. Kita akan marah jika berhubungan dengan hak-hak Allah. Raut wajah akan berubah jika melihat kemungkaran yang tidak bisa diubah baik dengan lisan ataupun tangan.

Contoh Praktis Dan Kisah Dalam Hal Ini

1. Abdulaziz Ibn Marwan mengutus putranya, Umar ke Madinah untuk belajar adab. Ia menugaskan pengajarannya kepada Solah Ibn Kaisan dengan kesepakatan harus melaksanakan shalat. Suatu hari Umar terlambat shalat, sehingga ditanya oleh Solah:
“Apa yang membuatmu terlambat?”
“Tukang sisirku menyisiriku.” Jawabnya.
“Hanya menyisir rambut sampai mengganggu shalatmu?” Ungkap Solah kesal. Solah pun menulis surat kepada ayahnya. Sehingga ayahnya mengirim utusan dan tidak berbicara sampai menggunduli rambut Umar putra khalifah.[5]
*  *  *
3. Kecemburuan
Cemburu merupakan salah satu sifat yang melekat dalam jiwa. Ada anak berkata: “Ayah lebih sayang kepada adik bungsuku...” Itu merupakan gambaran kecemburuan.
Kedua orang tua mestilah memperhatikan sisi ini dengan perhatian yang besar, dengan cara memberikan setiap anak hak-haknya tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain. Agar tidak lahir permusuhan dan kedengkian di antara mereka.

LANGKAH 15
DIDIK AGAR MEMILIKI KECEMBURUAN TERHADAP AGAMA

Sudah semestinya para orang tua mendidik putra-putrinya agar memiliki kecemburuan terhadap agama ini, dan itu adalah metode yang dilakukan oleh generasi salaf[6] umat ini dahulu.

Langkah-langkah praktis menghidupkan kecemburuan terhadap agama pada jiwa putra-putri kita:

1.       Menceritakan kisah-kisah dan permisalan-permisalan anak-anak kecil di masa Sahabat dan Tabi’in akan betapa besarnya kecemburuan mereka terhadap agama ini.
2.       Biarkan mereka menyaksikan apa yang dilakukan musuh-musuh agama ini terhadap anak-anak seusia mereka dari anak-anak kaum muslimin; seperti yang terjadi pada anak-anak di Palestina.
3.       Menyemangati dan memotivasi dengan pemberian hadiah.

*  *  *
Contoh Praktis Dan Kisah Yang Menunjukkan Pentingnya Menanamkan Kecemburuan Terhadap Agama Dalam Jiwa Anak

1.                   Abdurrahman Ibn Auf -radiallahu'anhu- berkata:
Ketika berada dalam saf pada peperangan Badar, aku mendapatkan di kanan dan kiriku dua orang pemuda belia dari kalangan Anshar. Aku berharap berada dekat dengan keduanya. Salah seorang memberi isyarat kepadaku dan berkata:
“Wahai paman, tahukah engkau yang mana Abu Jahal?”
“Apa yang ingin engkau lakukan dengan Abu Jahal wahai putra saudaraku?” Tanya Abdurrahman.
“Aku dengar dia mencerca Rasulullah. Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, jika aku melihatnya tidak akan aku biarkan dia lepas dari dariku hingga terbunuh.” Jawab pemuda itu.[7]
Point dari cerita di atas:
“Aku mendengar dia mencerca Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-.”

*  *  *
2.                   Anak-Anak Bahrain
Diriwayatkan bahwa anak-anak Bahrain bermain kasti. Seorang kepala uskup duduk menyaksikan. Ketika bola terjatuh mengenai dadanya, si uskup mengambilnya. Anak-anak meminta agar bola dikembalikan kepada mereka, tetapi sang uskup menolak. Salah seorang anak berkata:
“Aku memintamu mengembalikannya demi Zat yang telah mengutus Muhammad sebagai Rasul.”
Sang kepala uskup tetap menolak, bahkan mulai mencemooh Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-. Anak-anak itu pun naik pitam dan menyatroni sang kepada uskup dengan stik mereka dan memukulinya hingga tewas.
Kejadian itu disampaikan kepada Umar Ibn al-Khatthab -radiallahu'anhu-. Sungguh Umar tidak pernah segembira mendengar penaklukan atau mendapatkan hasil rampasan perang seperti kegembiraannya ketika mendengar apa yang dilakukan anak-anak Islam itu dan berkata:
“Sekarang Islam telah mulia. Anak-anak kecil Islam ketika Nabinya dilecehkan murka dan membelanya.”[8]


[1] Pakaian musyammar maksudnya pakaian yang dipakai oleh orang yang akan melakukan pekerjaan serius, lengan tergulung dan tidak menjuntai kelantai.
[2] Sholahul Ummah, Sayyidul Afâni 7/70.
[3] Siar a’lam an-Nubala 12/615.
[4] Belum dapat membedakan antara kebenaran dengan keburukan yang sederhana.
[5] Siar a’lam an-Nubala 5/116.
[6] Salaf secara harfiah artinya terdahulu. Maksudnya adalah tiga generasi pertama Islam; generasi sahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in -pent.
[7] Al-Bidayah wa an-Nihahah Ibnu Katsir 3/288.
[8] Manhaj Tarbiah Nabawiah, Muhammad Nur dengan sedikit perubahan.