Penyusun
Salim
Sholih Ahmad Ibn Madhi
Terjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2011 - 1432
LANGKAH
13
PERHATIKAN PAKAIAN ANAK ANDA
Pakaian penting dalam
membentuk kepribadian anak. Sudah seharusnya kita memperhatikannya agar sesuai
dengan standar syariat yang sudah jelas tanpa berlebih-lebihan maupun
menyepelekannya. Karena itulah para Salafussoleh begitu perhatian dalam hal ini
dan tidak melalaikannya.
* * *
Contoh Praktis Dan Kisah Yang
Menunjukkan Pentingnya Pakaian
Dalam Pembentukan Kepribadian Anak
Dalam Pembentukan Kepribadian Anak
1.
Imam Malik berkata:
“Aku berkata kepada Ibuku: ‘Aku akan pergi untuk
mencatat ilmu?”
“Kemari, pakailah pakaian penuntut ilmu!” Beliau
pun memakaikanku pakaian musyammar[1]
dan memakaikan kopiah dengan serban di atasnya, kemudian berkata:
‘Sekarang pergilah!’ Dan berkata: ‘Pergilah
kepada Robi’! Pelajarilah adabnya (akhlaknya) sebelum mempelajari ilmunya.”[2]
* * *
2.
Muhammad Ibn Auf berkata:
“Aku bermain bola. Bola masuk ke tempat al-Muafa
Ibn Imran al-Hamsha. Aku pun masuk ke tempat al-Muafa untuk mengambilnya. Imran
bertanya:
“Putra siapakah engkau?”
“Putra Auf Ibn Sofyan.” Jawabku.
“Sesungguhnya ayahmu itu adalah saudara kami,
yang menulis Hadits dan ilmu. Ia mirip denganmu. Ikutilah apa yang dahulu
ayahmu lakukan!...”
Aku pun pulang mendatangi ibuku dan aku
sampaikan apa yang baru saja terjadi. Ibu berkata:
“Benar, dia adalah sahabat ayahmu.” Ibu pun
memakaikanku kemeja dan sarung. Kemudian aku mendatangi al-Muafa untuk belajar
dengan membawa tempat tinta dan kertas.”[3]
* * *
LANGKAH
14
TERAPILAH EMOSI ANAK
Pada fase pertama, anak
memiliki keistimewaan emosional baik pada perkara penting maupun sepele. Di
antara perkara penting yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.
Takut.
Di antara kesalahan fatal yang
dilakukan oleh kebanyakan orang tua adalah menakut-nakuti anak dengan kegelapan
atau pencuri misalnya. Ini adalah perkara yang salah. Tidak seharusnya
ditakut-takuti seperti itu, karena akan berdampak buruk. Hal itu akan
menyebabkan gangguan kejiwaan, mengompol, depresi dan kelabilan. Justru
semestinya menciptakan suasana aman ketika bersama kita dan mengaitkan perasaan
takut hanya kepada Allah saja.
* * *
2.
Marah
Terkadang anak marah kepada
ayah dan ibunya. Di antara bentuk ekspresi dari kemarahan itu bisa dengan tidak
mau makan. Pemicunya bisa jadi hinaan dan kritik. Kemarahan seperti ini tidak
termasuk kedurhakaan, karena pada fase ini mereka belum mumayiz[4].
Jika putra dan putri anda marah, tinggalkan dia dan jangan ditanggapi.
Merupakan kesalahan besar memenuhi segala keinginannya hanya karena
kemarahannya. Yang semestinya adalah menjelaskan kepadanya mengenai
kesalahannya dengan cara yang sederhana ketika dia sudah mulai tenang.
Kita juga mesti mendidik anak
kita jika kita marah. Kita akan marah jika berhubungan dengan hak-hak Allah.
Raut wajah akan berubah jika melihat kemungkaran yang tidak bisa diubah baik
dengan lisan ataupun tangan.
Contoh Praktis Dan Kisah Dalam
Hal Ini
1. Abdulaziz Ibn Marwan
mengutus putranya, Umar ke Madinah untuk belajar adab. Ia menugaskan
pengajarannya kepada Solah Ibn Kaisan dengan kesepakatan harus melaksanakan
shalat. Suatu hari Umar terlambat shalat, sehingga ditanya oleh Solah:
“Apa yang membuatmu terlambat?”
“Tukang sisirku menyisiriku.” Jawabnya.
“Hanya menyisir rambut sampai mengganggu
shalatmu?” Ungkap Solah kesal. Solah pun menulis surat kepada ayahnya. Sehingga
ayahnya mengirim utusan dan tidak berbicara sampai menggunduli rambut Umar
putra khalifah.[5]
* * *
3.
Kecemburuan
Cemburu merupakan salah satu
sifat yang melekat dalam jiwa. Ada anak berkata: “Ayah lebih sayang kepada adik
bungsuku...” Itu merupakan gambaran kecemburuan.
Kedua orang tua mestilah
memperhatikan sisi ini dengan perhatian yang besar, dengan cara memberikan
setiap anak hak-haknya tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain. Agar tidak
lahir permusuhan dan kedengkian di antara mereka.
LANGKAH
15
DIDIK AGAR MEMILIKI
KECEMBURUAN TERHADAP AGAMA
Sudah semestinya para orang
tua mendidik putra-putrinya agar memiliki kecemburuan terhadap agama ini, dan
itu adalah metode yang dilakukan oleh generasi salaf[6]
umat ini dahulu.
Langkah-langkah praktis
menghidupkan kecemburuan terhadap agama pada jiwa putra-putri kita:
1.
Menceritakan kisah-kisah dan
permisalan-permisalan anak-anak kecil di masa Sahabat dan Tabi’in akan betapa
besarnya kecemburuan mereka terhadap agama ini.
2.
Biarkan mereka menyaksikan apa
yang dilakukan musuh-musuh agama ini terhadap anak-anak seusia mereka dari
anak-anak kaum muslimin; seperti yang terjadi pada anak-anak di Palestina.
3.
Menyemangati dan memotivasi
dengan pemberian hadiah.
* * *
Contoh Praktis Dan Kisah Yang
Menunjukkan Pentingnya Menanamkan Kecemburuan Terhadap Agama Dalam Jiwa Anak
1.
Abdurrahman Ibn Auf -radiallahu'anhu-
berkata:
Ketika berada dalam saf pada
peperangan Badar, aku mendapatkan di kanan dan kiriku dua orang pemuda belia
dari kalangan Anshar. Aku berharap berada dekat dengan keduanya. Salah seorang
memberi isyarat kepadaku dan berkata:
“Wahai paman, tahukah engkau yang mana Abu
Jahal?”
“Apa yang ingin engkau lakukan dengan Abu Jahal
wahai putra saudaraku?” Tanya Abdurrahman.
“Aku dengar dia mencerca Rasulullah. Demi Allah
yang jiwaku di tangan-Nya, jika aku melihatnya tidak akan aku biarkan dia lepas
dari dariku hingga terbunuh.” Jawab pemuda itu.[7]
Point dari cerita di atas:
“Aku mendengar dia mencerca
Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-.”
* * *
2.
Anak-Anak
Bahrain
Diriwayatkan bahwa anak-anak
Bahrain bermain kasti. Seorang kepala uskup duduk menyaksikan. Ketika bola
terjatuh mengenai dadanya, si uskup mengambilnya. Anak-anak meminta agar bola
dikembalikan kepada mereka, tetapi sang uskup menolak. Salah seorang anak
berkata:
“Aku memintamu mengembalikannya demi Zat yang
telah mengutus Muhammad sebagai Rasul.”
Sang kepala uskup tetap
menolak, bahkan mulai mencemooh Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-.
Anak-anak itu pun naik pitam dan menyatroni sang kepada uskup dengan stik
mereka dan memukulinya hingga tewas.
Kejadian itu disampaikan
kepada Umar Ibn al-Khatthab -radiallahu'anhu-. Sungguh Umar tidak pernah
segembira mendengar penaklukan atau mendapatkan hasil rampasan perang seperti
kegembiraannya ketika mendengar apa yang dilakukan anak-anak Islam itu dan
berkata:
“Sekarang Islam telah mulia. Anak-anak kecil
Islam ketika Nabinya dilecehkan murka dan membelanya.”[8]
[1]
Pakaian musyammar
maksudnya pakaian yang dipakai oleh orang yang akan melakukan pekerjaan serius,
lengan tergulung dan tidak menjuntai kelantai.
[6]
Salaf secara harfiah
artinya terdahulu. Maksudnya adalah tiga generasi pertama Islam; generasi sahabat
Nabi, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in -pent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar